DPRD Depok Ungkap Temuan Banyak Perusahaan Belum Laksanakan Kewajiban TJSL
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok menemukan banyak perusahaan belum melaksanakan kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSL).
Kewajiban yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2021 mencuat dalam rapat kerja Komisi B DPRD Kota Depok bersama dinas terkait dan perwakilan perusahaan di Kota Depok.
Terungkap sejumlah perusahaan, termasuk pengembang properti, bank, dan pusat perbelanjaan, tidak jelas dalam pelaporan dan penggunaan dana TJSL atau Corporate Social Responsibility (CSR).
“Ini sangat ironis. Dana TJSL seharusnya bisa mendukung pembangunan di Kota Depok, tetapi kami tidak pernah menerima laporan dari perusahaan-perusahaan yang ada di Kota Depok," ujar Ketua Komisi B DPRD Kota Depok, Hamzah dalam keterangan yang diterima, Kamis (16/01/2025).
Menurut Pasal 18 Perda Nomor 7 Tahun 2021, setiap perusahaan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan TJSL atau CSR kepada Wali Kota melalui Tim Fasilitasi CSR, dengan tembusan kepada DPRD Kota Depok.
Laporan tersebut harus memuat bentuk program, penerima manfaat, lokasi pelaksanaan, besaran biaya, dan dampak program.
"Nyaris tak pernah dilakukan pelaporan. Potensi dana CSR dari perusahaan-perusahaan di Depok sangat besar, berkisar antara 2-4 persen dari keuntungan bersih perusahaan. Sayangnya, potensi besar ini tidak dimanfaatkan maksimal karena lemahnya pengawasan dan kepatuhan perusahaan terhadap Perda,” ungkap Hamzah.
Ia juga menyoroti bahwa pelanggaran terhadap Perda CSR dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin usaha.
“Kami akan mendorong penegakan sanksi ini agar perusahaan patuh dan ikut berkontribusi pada pembangunan kota,” terang Hamzah.
Selain isu CSR, Komisi B juga sedang mengkaji usulan revisi Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah. Salah satu poin yang dibahas adalah kenaikan pajak hiburan untuk bioskop dari 7 persen menjadi 10 persen.
“Tarif pajak hiburan kita saat ini termasuk yang terendah di Indonesia. Padahal, potensi pendapatan dari sektor ini sangat besar,” jelas Hamzah.
Hamzah menilai, peningkatan pajak hiburan akan memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dana tersebut nantinya dapat digunakan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan dan meningkatkan fasilitas umum di Kota Depok.
"Saya juga kritisi kurangnya pemanfaatan dana CSR untuk pembangunan infrastruktur sosial. Dana CSR bisa digunakan untuk membangun taman, ruang terbuka hijau, atau fasilitas publik lainnya. Sayangnya, dana tersebut belum digunakan secara optimal,” ungkapnya lagi.
Komisi B DPRD Kota Depok berkomitmen untuk mengawal pelaksanaan Perda CSR dan mendorong revisi tarif pajak hiburan.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap potensi pendapatan, baik dari pajak maupun CSR, dapat dimaksimalkan untuk pembangunan Depok,” kata Hamzah.
Ke depan, Hamzah berharap pemerintah kota lebih proaktif dalam merangkul perusahaan untuk berkontribusi melalui CSR.
“Kondisi ini harus menjadi perhatian serius. Perusahaan yang beroperasi di Depok juga harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar,” harapnya.
Hamzah menegaskan, DPRD Kota Depok akan terus mengawasi implementasi Perda CSR dan memastikan seluruh perusahaan mematuhi aturan.
“Ini bukan hanya soal kewajiban hukum, tapi juga tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat Depok,” pungkasnya. (***)