Home > Nasional

Anggota DPD: Rencana Kenaikan PPN 12 Persen Sebaiknya Dikaji Ulang

Senator yang akrab disapa Gus Hilmy mengatakan kebijakan ini, sangat membebani masyarakat. Oleh karenanya sudah saatnya negara punya Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Senator Gus Hilmy meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan PPN 12%. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Senator Gus Hilmy meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan PPN 12%. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Penolakan rencana kenaikan PPN 12% bergelombang dari berbagai pihak di berbagai daerah.

Menyikapi hal itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, MA meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan PPN 12%.

Senator yang akrab disapa Gus Hilmy mengatakan kebijakan ini, sangat membebani masyarakat. Oleh karenanya sudah saatnya negara punya Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Dengan memiliki GBHN, setiap kebijakan tersusun dengan baik dalam jangka panjang dan tidak membebani rakyat," ujar Gus Hilmy dalam keterangan yang diterima, Jumat (20/12/2024).

Lanjut Gus Hilmy, pemerintah harus segera mengkaji ulang. Jangan menunggu protes semakin besar. Beban berat masyarakat menengah ke bawah.

"Inilah darurat GBHN! Sudah saatnya kita memiliki GBHN kembali, sehingga kebijakan berpihak kepada rakyat dalam jangka panjang," tegasnya.

Anggota Komite II DPD RI menjelaskan, tanpa GBHN, hanya akan was-was atas program kejutan setiap lima tahun yang tidak berpihak pada rakyat.

Dengan GBHN dapat mengurangi biaya politik pasca Pilpres. Kabinet yang gemuk menjadi salah satu faktor kebutuhan anggaran yang besar.

"Tidak seperti sekarang, kabinet sangat gemuk, lembaga-lembaga terbentuk yang sebenarnya tidak urgen," ungkap Gus Hilmy.

Dalam pusaran protes PPN 12%, Kementerian dan Lembaga Negara melantik banyak sekali pejabat. Ini menjadi beban APBN yang juga membebani rakyat.

"Janji kampanye pun membebani rakyat. Sedangkan kita belum mendengar program gebrakan para menteri, justru utang sudah bertambah," jelas Katib Syuriah PBNU tersebut.

Gus Hilmy cukup memahami kebutuhan pemerintah. Program memang membutuhkan anggaran besar, tetapi bukan berarti harus membebani rakyat.

“Kita paham, ya. Butuh anggaran makan bergizi, ketahanan pangan, tetapi apa tidak ada sumber pendapatan lainnya?" tanyanya.

Sementara Indonesia punya sumber daya alam, masih ada penyalahgunaan anggaran, dan

sebagainya.

"Dulu kan Pak Prabowo sering bicara timah, lada putih, dan banyak lagi. Pada sisi lain, kita perlu berhemat, memberi sanksi keras bagi pengemplang pajak dan penyelundup," terang anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tersebut.

Gus Hilmy pun menekankan pentingnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah melalui prestasi sebelum membuat kebijakan yang berisiko.

“Pemerintah juga mesti menunjukkan prestasi, misalnya dengan mengeluarkan perintah tegas penghematan dengan keputusan, bukan sekadar himbauan. Begitu pula juga sanksi bagi para pengemplang pajak yang besar-besar. Pemerintah harus menunjukkan kepada masyarakat," tukas Gus Hilmy. (***)

Reporter: Bambang Ipung Priambodo

× Image