Galeri
Beranda » Berita » Desa Palabuan, Desa Pemekaran yang Menyimpan Jejak Laut Purba hingga Naskah Arab Pegon

Desa Palabuan, Desa Pemekaran yang Menyimpan Jejak Laut Purba hingga Naskah Arab Pegon

Perahu kayu di depan kantor Pemdes Palabuan sebagai simbol sejarah mada lampau. (Foto : Dok Eko Widiantoro)
Perahu kayu di depan kantor Pemdes Palabuan sebagai simbol sejarah mada lampau. (Foto : Dok Eko Widiantoro)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK — Nama Desa Palabuan di Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat (Jabar) mungkin terdengar biasa.

Namun siapa sangka, desa yang resmi berdiri pada 1982 ini ternyata menyimpan sejarah panjang yang jarang terungkap ke publik.

Dari Situs Buyut, cerita pelabuhan kuno, jejak lautan purba, hingga manuskrip beraksara Arab Pegon, Palabuan menyimpan banyak misteri masa lampau.

Asal Usul Nama dan Kisah Pelabuhan Kuno

Nama Palabuan berasal dari bahasa Sunda yang berarti pelabuhan atau tempat persinggahan.

Galeri Indonesia Kaya, Gelar Konser Kidung Natal Indonesia, Semangat Inklusivitas Berjalan Beriringan dalam Harmoni Musik Keroncong

Cerita para sesepuh menyebutkan, kawasan ini dulunya adalah jalur air yang ramai dilalui perahu. Salah satu petunjuknya ada di Dusun Balerante.

Baca juga: Hiwapraja: Strategi Militan Para Wadah Perisai, Melindungi Pekerja Rentan Jawa Barat

Namanya berasal dari kata bale (rumah) dan rante (rantai), yang merujuk pada lokasi singgah perahu-perahu yang diikat sebelum melanjutkan perjalanan.

“Dulu ada bekas dermaga, lengkap dengan tempat untuk mengikat rantai perahu. Itu tempat hilir mudik para pedagang,” ujar tokoh adat Totong Dian.

Letak Geografis dan Kondisi Desa

Yayasan Rumah Budaya Michiels Gelar Alunan Nada dalam Cerita

Secara administratif, Palabuan berada di sisi tenggara pusat Kecamatan Ujungjaya. Desa ini berbatasan dengan Ujungjaya di barat, Kebon Cau di utara, serta Tolengas dan Tomo di sisi timur dan selatan.

Dengan luas sekitar 220 hektare dan ketinggian 45 mdpl, Palabuan juga memiliki kawasan hutan seluas 480 hektare yang menjadi penyangga ekologi desa.

Populasinya mencapai 2.424 jiwa yang tersebar di tiga dusun: Tegal Wangon, Bojongterong, dan Balerante. Mayoritas warga bekerja sebagai pedagang, wiraswasta, dan buruh harian.

Deretan Situs Buyut dan Jejak Kerajaan Lama

Palabuan dikenal memiliki sejumlah Situs Buyut yang sudah tercatat di Disparbudpora Kabupaten Sumedang. Beberapa di antaranya:

GIGs Aid From Depok to Tamiang, Gaungkan Solidaritas Kemanusiaan Lewat Musik dan Kolaborasi Pemuda

1. Buyut Kantong

2. Buyut Kamar

3 Buyut Samud (dikaitkan dengan Kerajaan Mataram)

4 Buyut Kawal di Dusun Bojongterong , satu area dengan Kantor Pemdes Palabuan.

5. Buyut Arca

Totong Dian menjelaskan, Buyut Kawal diyakini sebagai tokoh penting yang membentuk cikal bakal kampung di Bojongterong dan Tegal Wangon. Meski demikian, ia menyebut masih banyak situs lain yang sedang dalam proses penelitian dan belum masuk data resmi pemerintah daerah.

Jejak Laut Purba di Balerante

Temuan yang tak kalah menarik berada di kawasan Kabuyutan Kosambian. Di situs Buyut Arca, warga menemukan fosil ekosistem laut, pasir putih, hingga batu karang ,indikasi kuat bahwa wilayah itu dulunya merupakan lautan.

“Dulu ada tim peneliti ke sini. Mereka ambil sampel dan katanya kuat dugaan daerah ini dulu adalah lautan, dan mungkin nyambung dengan jalur laut Indramayu ” ujar Totong.Jum'at (21/11/2025).

Baca juga: Perkuat Jejaring Global, Rektor UI Resmi Jadi Advisor di South China Normal University

Temuan tersebut memperkuat dugaan bahwa Palabuan dulu menjadi jalur perdagangan laut yang menghubungkan wilayah Sumedang bagian utara dengan laut Indramayu

Warisan Manuskrip Arab Pegon

Selain situs fisik, Palabuan juga menyimpan manuskrip kuno beraksara Arab Pegon. Naskah tersebut diyakini sebagai catatan sejarah pesantren yang pernah berdiri di wilayah itu. Kehadirannya menjadi potongan puzzle penting yang memperkaya narasi sejarah Palabuan.

Dengan ragam temuan sejarah, Palabuan bukan sekadar desa pemekaran biasa. Desa ini menyimpan jejak masa lalu yang masih terus diteliti dan berpotensi mengubah peta pengetahuan sejarah Sumedang di masa mendatang. (***)

Jurnalis: Eko Widiantoro